Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa.
Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.
Ibu memiliki makna tersendiri sebagai orang tua dibandingkan ayah. Tidak
bisa kita pungkiri bahwa banyak anak yang lebih dekat dan sayang kepada
ibunya dibandingkan dengan ayahnya, bahkan anak laki-laki sekalipun
yang telah berkeluarga. Hal ini menjadi gambaran betapa kuatnya pengaruh
ibu di dalam sebuah rumah tangga. Bisa saja, jika tidak punya ibu
menjadi merasa sendiri di dunia ini walaupun masih ada ayah, karena
tempat untuk mengadu dan mengeluh jika ada permasalahan tidak ada lagi.
Mungkin bagi banyak anak laki-laki—seperti saya—sering beradu argumen
dengan ayah bahkan terjadi keributan, namun sangat jarang peristiwa itu
terjadi dengan ibu sehingga kadang kala tanpa kita sadari kitapun
menjadi lebih memilih dekat dan terbuka dengan ibu dibandingkan dengan
ayah. Padahal, sikap seperti itu sangat salah sebab orang tua memiliki
perannya masing-masing untuk membangun keharmonisan keluarga.
Jika kita cermati,
sebenarnya peranan ibu lebih kepada mengasihi anak-anaknya, artinya
memperhatikan, menjaga, memfasilitasi, dan mengerti akan kondisi
anak-anaknya. Semua hal tersebut dilakukan bukanlah mengedepankan materi
atau harta benda. Semua hal tersebut dilakukan dengan tangan, mata,
kaki, dan hati seorang ibu. Ibu mengasihi kita dengan dirinya sendiri
bukan dengan penghasilannya. Oleh karena itu, kita cenderung merasakan
kedekatan dengan ibu.Kasih ibu tidak setengah-setengah. Ia tidak memberikan sisa makanan atau sisa-sisa darinya untuk kita makan atau pakai, melainkan ia beri kita yang terbaik dan terbaru. Ia juga tidak pernah iri jika apa yang kita miliki segalanya serba baru dan baik, melainkan ia senang jika kitapun senang. Ia selalu bersedia dalam kondisi apapun berada disamping kita baik duka ataupun suka, walaupun sering kali kala kita senang tidak mengikutkannya. Ia tidak pernah hitung berapa dana yang dikeluarkan untuk menghidupi kita, walaupun kelak kita tidak menganggapnya sebagai seorang ibu. Kasih ibu ini hanya dibatasi oleh kematian, yang artinya selama kita hidup ibu akan tetap mengasihi. Kasih tersebut semakin kuat karena mengasihi anak-anaknya merupakan kewajiban sekaligus haknya. Dia wajib mengasihi anak-anaknya dan dia berhak mengasihi anak-anaknya. Tiada perbedaan antara hak dan kewajibannya.
Memiliki Ibu
Bagi seorang anak, memang sudah menjadi kewajiban untuk masuk ke dalam keluarga baru ketika sudah menikah. Berarti juga bahwa anak tersebut harus meninggalkan ibunya (orangtuanya). Akibatnya, hanya dua sikap sang anak yang telah menikah tersebut, yaitu tetap memperhatikan ibunya atau tidak. Sulitnya membangun sebuah rumah tangga yang baru dengan keterbatasan perekonomian kerap kali menjadi faktor besar yang membuat anak tidak memperhatikan ibu dan memilih untuk lepas tanggung jawab kepada ibunya yang sudah semakin tua. Padahal, bertanggung jawab terhadap ibu tidaklah selalu harus dengan biaya yang mahal. Jika ibu semakin tua, ia hanya butuh makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Memfasilitasi hal-hal tersebut mungkin salah satu cara untuk memperhatikan ibu kita, akan tetapi tidak semua ibu harus diperlakukan demikian. Ada banyak juga ibu yang pada hari tuanya bisa hidup dengan penghasilannya atau gaji pensiunannya.
Jika saya diminta pendapat mengenai apa cara terbaik untuk mengasihi ibu, maka saya akan jawab MEMILIKINYA. Selama kita hidup, seorang ibu akan selalu menganggap bahwa anaknya adalah miliknya. Namun, pada umumnya seorang anak akan meninggalkan ibunya sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa anak tersebut akan menjadi anak durhaka seperti kisah Si Malin Kundang, atau Si Mardan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita sebagai anak untuk memiliki ibu kita masing-masing. Mungkin kita tidak bisa beri harta atau kesejahteraan kepadanya tetapi kita semua sudah pasti bisa memberi perhatian kepada ibu kita. Semakin tua ibu maka yang semakin dibutuhkan adalah perhatian dan perhatian itu ada jika kita memiliki ibu tersebut. Jika tidak, maka kita akan menjadi anak yang selalu ingin lepas tanggung jawab dari orang tua kita. Semua hal bisa menjadi alasan agar terhindar dari tanggung jawab untuk memperhatikan ibu kita masing-masing. Padahal, kelak juga kita akan menjadi ayah atau ibu dari anak-anak kita. Tentu kita tidak bisa acuh tak acuh jika sekarang kita masih berstatus sebagai anak agar kelak kita pun tidak diberlakukan demikian oleh anak-anak kita. Kita harus bisa memiliki ibu dengan hati yang tulus ikhlas dan dengan apa adanya. Itu menjadi kunci dan lebih dari cukup untuk menjadi anak yang memperhatikan ibunya. Status kita sebagai anak merupakan dibawa sejak lahir sehingga tidak bisa dirubah, namun hati dan perhatian sangatlah bisa berubah-ubah.
Nilai ibu semakin lama sepertinya semakin pudar karena kita sebagai anak tidak merasakan kasihnya serta memilikinya. Ibu-ibu saat ini semakin sibuk dengan dirinya sendiri sehingga kasih sayang yang diberikan tidak bersentuhan langsung dengan anaknya. Peranannya pun sudah mulai digantikan oleh orang lain (perawat bayi, pembantu rumah tangga). Alhasil anak-anak tidak merasakan kasih ibunya, anak-anak hanya merasakan harta ibunya. Ini permasalahan yang sangat dipengaruhi oleh modernisasi. Laki-laki dan perempuan punya tempat kewajiban dan hak yang sama untuk berusaha memperoleh penghasilan mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, kita sebagai anak harus bisa memiliki ibu kita masing-masing sehingga kelak kita bisa menjadi ibu yang memiliki anaknya dengan kasih yang tak terputus oleh waktu.
Tulisan ini saya perbuat bukan untuk mendiskriminasi peran ayah sebagai orang tua, melainkan untuk mengkaji lebih dalam peranan ibu sehingga kita bisa lebih memahami dan menghargai peranan seorang ibu dan menjadi seorang ibu yang baik nantinya.
SELAMAT HARI IBU, 22 DESEMBER 2011.***
Penulis, tinggal di Huta Padang, Kecamatan BP Mandoge, Asahan.
http://www.analisadaily.com
0 comments:
Post a Comment
TERIMAKASIH ATAS KOMENTARNYA.
Kapan-kapan komentar disini lagi ya?????